Friday, August 16, 2019

LAPORAN PENGUJIAN BULU BENANG (HAIRINESS)


PENGUJIAN BULU BENANG (HAIRINESS)

MAKSUD DAN TUJUAN
- Mahasiswa dapat menghitung jumlah bulu yang terdapat pada benang dengan menggunakan alat Hairiness Tester.
- Mahasiswa dapat membedakan panjang bulu yang terdapat pada benang dengan menggunakan alat Hairiness Tester.

TEORI DASAR
         Hairness adalah jumlah helai total serat – serat yang menonjol dalam pengukuran benang nyata sepanjang 1 cm. Contohnya hairness 4,0 dari suatu contoh berarti total jumlah panjang serat yang menonjol 4 helai setiap benang yang panjangnya 1 cm. Jadi, hairness adalah perbandingan total panjang serat-serat yang menonjol terhadap satuan panjang.
         Hairness merupakan salah satu faktor yang menyebabkan ketidakrataan pada benang. Makin banyak hairness, makin tidak rata benangnya. Sebaliknya, makin sedikit hairness semakin baik mutu benang tersebut menunjukkan jumlah panjang serat yang menonjol semakin rendah.

Penyebab terjadinya hairness dipengaruhi oleh:
1. Panjang serat
Makin panjang seratnya tentunya ujung-ujung seratnya dalam penampang yang sama makin sedikit sehingga bulu pada benangnya makin sedikit.
2. Kerataan panjang serat
Serat yang mempunyai variasi panjang serat yang tinggi akan mengakibatkan setting pada mesin pemintalan susah dilakukan sehingga kemungkinan menimbulkan bulu akan semakin tinggi
3. Proses pemintalan
Adanya peralatan yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya makin menambah kemungkinan meningkatnya bulu pada benang. Demikian juga adanya penambahan peralatan pada pemintalan misalnya compact spinning akan meningkatkan kualitas benang dengan sangat sedikitnya bulu benang.

              Bulu benang yang tinggi akan menghambat proses selanjutnya misalnya pada proses pertenunan sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan penganjian yang intensif. Makin intensifnya proses penganjian tentunya akan meningkatkan biaya produksi. Benang dengan bulu yang sedikit misalnya compact yarn sangat menguntungkan karena proses peganjiannya hanya sedikit saja sehingga akan menurunkan biaya produksi.
Pengujian bulu benang dilakukan untuk mengetahui jumlah bulu benang setiap panjang tertentu. Pengujian dilakukan dengan alat Hairiness Tester. Panjang bulu yang dapat dideteksi yaitu :
- Bulu benang yang panjangnya diatas 0,5 mm
- Bulu benang yang panjangnya diatas 1,5 mm

ALAT DAN BAHAN
Hairiness Tester yang dilengkapi:
Sensor Photo Cell
Meter Penggulung Benang
Benang contoh uji

CARA KERJA
1. Menyalakan alat uji hairness
2. Menyalakan seperangkat computer yang terpasang pada alat uji
3. Mengaktifkan kamera pada alat uji dengan mengaktifkannya pada software yang terdapat pada kopmputer
4. Membuka program pengujian hairness tester
5. Memasang benang pada alat penguji
6. Menyalakan motor penggerak
7. Menjalankan pengujian dengan meng-klik run test pada program tersebut
8. Pengujian dilakukan selama 1 menit sebanyak 5 kali pengujian
9. Mencatat data – data yang diperoleh (bisa juga dengan meng-klik preview pada program itu)

DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
Test length = 0,75 meter/sample
Eval time = 1 minute/sample
 

DISKUSI
Banyaknya bulu pada benang dapat dipengaruhi oleh panjang serat dimana makin panjang serat aka tentunya ujung-ujung serat makin sedikit sehingga bulu pada benang akan semakin sedikit. Kerataan panjang serat juga dapat mempengaruhi bulu pada benang karena serat yang mempunyai variasi panjang serat yang tinggi akan mengakibatkan setting pada mesin pemintalan susah diakukan sehingga kemungkinan menimbulkan bulu yang semakin tinggi. Bulu benang yang tinggi biasanya akan menghambat proses selanjutnya misalnya pada proses pertenunan sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan pengajian yang intensif. Makin intensifnya proses penganjian maka akan meningkatkan biaya produksi.

KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
Jumlah bulu dengan panjang 0,5 mm = 620,8 / meter.
Jumlah bulu dengan panjang 1,5 mm = 40,4 / meter.
S (0,5 mm)  =  49,5
CV (0,5 mm)  = 7,97%
S (1,5 mm)  = 9,88
CV (1,5 mm)   = 24,45 %

DAFTAR PUSTAKA
Moerdoko Wibowo, S. Teks, Dkk, Evaluasi Tekstil bagian fisika, Institut Teklnologi Tekstil, Bandung, 1973.
ITT, Standar Cara Pengujian dan Toleransi Benang Kapas, Bandung, 1968.
Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil II ( Evaluasi Benang ). Sekolah Tinggi Teknologi  Tekstil, Bandung; 2006.

LAPORAN PENGUJIAN KETIDAKRATAAN BENANG

PENGUJIAN KETIDAKRATAAN BENANG

MAKSUD DAN TUJUAN
Mahasiswa dapat menguji ketidakrataan dan impuritis benang contoh uji dengan menggunakan alat Uster Evenness Tester

TEORI DASAR
            Kerataan benang merupakan salah satu factor yang sangat menentukan kemampuan teknis pada proses selanjutnya dan mutu kain (kenampakan) yang dihasilkan. Ketidakrataan benang adalah suatu ukuran mutu benang yang menyatakan besarnya penyimpangan masa pada panjang tertentu, yang keberadaannya tidak mungkin dapat dihindari.
            Variasi ketidakrataan menurut salah satu teori menyatakan ada 2 kategori variasi ketidakrataan benang, yaitu variasi jangka pendek ( short term ) dan variasi jangka panjang (long term). Variasi jangka pendek adalah variasi yang kira-kira sama dengan draft elemen. Sedangkan variasi jangka panjang yaitu variasi yang lebih besar dari draft sebelumnya. Oleh karena itu variasi jangka pendek pada bahan yang disuapkan ke dalam mesin akan berubah menjadi variasi jangka panjang pada bahan yang dihasilkan. Sebagi contoh variasi jangka pendek pada sliver akan menjadi variasi jangka panjang pada benang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerataan benang
1. Panjang serat
Panjang serat dan distribusi panjang serat langsung mempengaruhi setting rol draft dan akan mempengaruhi pula kerataan benang yang dihasilkan. Ketidakrataan yang bersumber pada hal ini disebut drafting waves.

2. Kerataan panjang serat (uniformity ratio/UR)
Serat makin rata panjangnya maka seting mesin akan lebih mudah dan proses akan lebih lancer sehingga benang yang dihasilkan akan lebih rata.

3. Kehalusan serat
Kehalusan serat mempengarughi kerataan benang karena kehalusan serat menentukan jumlah serat pada setiap penampang benang. Dengan kehalusan serat yang sama, pada penampang benang yang luas, jumlah seranya banyak, sedangjkan pada penampang benang yang lebih sempit, jumlah seratnya lebih sedikit.

4. Mesin
Banyaknya gerakan mekanik yang diterima serat mulai dari mesin bale opener, cleaner, carding, drawing, roving hingga ring spinning menyebabkan penurunan kualitas serat. Penyetelan dan perawatan mesin yang kurang baik mudah menyebabkan ketidakrataan. Misalnya pada penyetelan jarak antar-rol drafting yang tidak sesuai dengan effective length pada distribusi panjang serat akan menyebabkan crecking atau floating yang akhirnya meghasilkan ketidakrataan benang.

            Penekanan ketidakrataan benang harus dimuali dari awal proses pengolahan serat, yaitu di mesin blowing yang menghasilkan lap. Dengan melalui rangkaian proses panjang line ring spinning yang sama, lap yang rata akan menghasilkan benang yang lebih rata dibanding lap yang tidak rata.
           Alat yang biasa dipakai untuk mengukur katdakrataan benang adalah Uster Evenness Tester salah satu alat yang menggunakan system capacitance, yang dibuat oleh “Zellweger Uster”.
Alat ini terdiri dari :
- Eveness tester (GGP), merupakan alat induk yang dilengkapi dengan
- Recorder (Reg. GGP), untuk mencatat grafik ketidakrataan bahan
- Integrator (ITG), yang mencatat lansung harga-harga ketdakrataan U% atau CV%
- Spectograph (SPG) dan recordernya (Reg SPG), yang mencatat periodicity dari bahan yang diuji dan
- Imperfection indicator (IP), yang mencatat banyaknya bagian benang yang tebal atau yang tipis setiap panjang tertentu.

          Prinsip bekerjanya Uster Evenness Tester adalah pada alat ini terdapat condenser-condensor atau measuring comb yang terdiri dari 8 slot, tiap slot terdiri dari pelal sejajar (electrode) yang saling berhadapan. Electrode tersebut dialiri voltage dan ditengahnya dilalukan bahan tekstil, maka medan akan diperkuat yang dapat dilihat pada perubahan aliran listriknya pada skala ammeter yang telah dihubungkan.

ALAT DAN BAHAN
Uster Evenness Tester

CARA KERJA
1. Setting Alat
   - Panaskan alat selama ½ jam (30menit) dengan urutan :
        Tekan tombol “ON” (main suply) pada evenestester
        Tekan tombol “ON” (main suply) pada integrator
        Tekan tombol “ON” (main suply) pada imperfection indicator
        Tekan tombol “ON” (main suply) pada spectograph
   - Mengatur Range of Scale pada posisi + 100 %
   - Mengatur tombol output pada posisi ON, service selector pada Adjustment
   - Mengatur tombol Adjustment without Material sehingga jarum pada posisi -100 %
   - Mengatur tombol service selector pada Normal Test
   - Pasang benang sesuai slot(slot No 7)
   - Mengatur speed pada 100 m/menit
   - Menjalankan mesin, mengatur tombol Average Value sehingga jarum bergerak + pada posisi seimbang di nol
   - Mencatat setting, yaitu berupa:
      Speed,
      Range of Scale,
      Slot No
      Average Value
2. Pengujian Ketidakrataan Benang
    - Menyesuaikan Range of Scale antara Eveness Tester dengan Integrator
    - Memutar tombol Evaluating Time pada Integrator pada posisi nol, Membiarkan jarum sampai posisi terendah
    - Melepaskan Evaluating Time bersamaan menjalankan mesin. Mengawasi ketidakrataan pada Integrator setelah 1 menit
    - Mengulangi pekerjaan sebanyak 5 kali
3. Pengujian Imperfectin Indicator (IPI)
     - Menyesuaikan speed pada Eveness Tester dengan speed pada IPI
         Mengatur tombol:
              Thick places pada posisi 2
              Thin places pada posisi 50 %
              Nep pada posisi 2
     - Menenkan tombol thin, thick, dan nep sehingga angka akan terbaca pada nol
     - Memutar Evaluating Time pada posisi 10 (10 menit), biarkan sampai lampu indicator menyala
     - Menjalankan mesin sampai lampu indicator mati
     - Membaca jumlah thin place, thick place, dan nep.

DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
Average value = 26,6
Kecepatan = 100 m / menit
Slot yang digunakan = 7
Thin place/1000 m = 1
Thick place/1000 m = 0
Neps/1000 m = 5


   

DISKUSI
Pada praktikum ini praktikan mengalami kedala yaitu benang yang tergulung pada penggulungan keluar pada lintasan dan harus memberhentikan mesin sehingga benang harus diganti tanpa mengulangi pengujian, namun waktu terus berputar karena tidak ditahan dan membuat data tidak valid sehingga mengulangi praktikum.

KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum pengujian ketidakrataan benang, dapat disimpulkan:
Thin place/1000 m = 1
Thick place/1000 m = 0
Neps/1000 m = 5
S ( Standar Deviation) = 0,250
CV ( Coefficient Variation)   = 2,6 %


DAFTAR PUSTAKA
Moerdoko Wibowo, S. Teks, Dkk, Evaluasi Tekstil bagian fisika, Institut Teklnologi Tekstil, Bandung, 1973.
ITT, Standar Cara Pengujian dan Toleransi Benang Kapas, Bandung, 1968.
Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil II ( Evaluasi Benang ). Sekolah Tinggi Teknologi  Tekstil, Bandung; 2006.


LAPORAN PENGUJIAN CRIMP PADA FILAMEN TEKSTUR

PENGUJIAN CRIMP PADA FILAMEN TEKSTUR

MAKSUD DAN TUJUAN
- Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian crimp pada benang filament tekstur, kegunaan crimp dan hubungan dengan proses selanjutnya.
- Mahasiswa memiliki kemampuan menguji crimp pada benang filament tekstur.

TEORI DASAR
         Crimp yaitu persentase perubahan panjang dari keadaan lurus menjadi panjang dalam kain tenun terhadap panjang kain tenun,Selain itu pada benang filament buatan yang diberi tekstur biasanya sengaja diberi crimp agar timbul ruah bulky pada benang tersebut. Efek ini sengaja diberikan untuk menaikkan daya serap kain yang akan dibuat dengan benang tersebut. Karena sebagian besar benang-benang filament buatan bersifat kurang higroskopis sehingga perlu dilakukan pemberian crimp.
Benang tekstur adalah benang filament dari serat sintetis yang bersifat thermoplastic yang telah diproses sedemikian rupa sehingga sifat fisik dan permukaannya berubah. Misalnya menajdi rua (bulky), berjeratan (loops), berbentuk spiral (coils) dan berbentuk crinkle. Benang yang digunakan filament poliamida dan filament polyester.
Perubahan sifat yang terjadi pada benang akan memberikan sifat-sifat tertentu pada kain, yaitu :
Permukaan yang tidak rata
Memberikan regangan pada kain
Kain tidak mengkilap
Daya tembus udara makin kecil
Pegangan/rabaan (lembut) pada kain.

Benang tesktur dibuat dengan cara mekanis:
Biasanya dilakukan pada waktu pembuatan serat, yaitu : dengan menggunakan dua jenis polimer yang berbeda mengkeretnya.
Hal-Hal Yang Mempengaruhi Proses texturizing dikenal dengan 4 T (antihan/twist, suhu/tempratur, waktu/time dan tegangan/tension) yaitu :
Antihan
TPM ( Twist Per Meter ) dipengaruhi oleh harga α dan denier benang
 TPM =
C = konstanta
Untuk Poliester C = 32500
      α = 0.90 – 1.0
        Bila TPM rendah, akan menurunkan sifat rua dari benang. Bila rua rendah, sifat empuk benang rendah dan rongga udara kecil. Bila TPM terlalu tinggi kekuatan akan turun. Karena akan terjadi kerusakan pada filament-filament pembentuk benang.
Suhu
Suhu akan berpengaruh pada crimp dan tenacity.

Waktu
Waktu pada proses tekstur adalah lamanya waktu pada pemanasan dan pendinginan. Untuk mendapatkan benang dengn mutu yang baik  diperlukan waktu pemanasan yang cukup.

Tegangan
Tegangan benang dipengaruhi oleh Draw Ratio. Besar kecilnya tegangan benang berpengaruh pada sifat rua dari benang, crimp, mulur dan kekuatan benang.

Sifat fisik benang tekstur yang diuji dilaboratorium, meliputi :
- Nomor benang ( denier ) dan jumlah filament ( helai )
- Mulur (elongation)
- Tenacity (g/denier)
- Crimp (%)
- Boiling Water Shringkage (BWS)
- Oil Pick Up (%)
- Jumlah Interlace
- Snarling

ALAT DAN BAHAN

Crimp Tester
Mesin Reeling
Dudukan berskala dalam skala mm, dilengkapi dengan penunju
Oven
Beban
Contoh Uji benang filament
Stopwatch

CARA KERJA

1. Panjang contoh digulung menggunakan reeling dengan jumlah putaran disesuaikan dengan panjang benang. Lalu, timbang benang dan hitung nomor benang dalam Denier.
2. Carilah jumlah putaran mesin Reeling untuk membentuk untaian benang (R)
3. Gulunglah benang sesuai hasil R
4. Hasil gulungan diikat di 4 titik (tempat), agar benang tidak kusut
5. Gulungan benang dikaitkan pada measuring rack, kemudian diberi beban ringan 2,5 g selama 15 detik kemudian ukur(Cb)
6. Tambahkan beban berat 500 g selama 30 detik kemudian ukur (Lb)
7. Lepaskan beban 2,5 g dan 500 g
8. Masukan benang ke dalam oven, tunggu suhu stabil 120oC selama 5 menit, sesuai dengan jenis serat dengan menghitung waktu dari mulai suhu tercapai
9. Setelah di oven, kondisikan gulungan benang secara digantung pada measuring rack selama 30 menit
10. Kemudian hitung kembali panjang gulungan benang, seperti pada pengujian sebelumnya, beri beban 2,5 g selama 15 detik (Ca)
11. Tambahkan beban berat 500 g selama 30 detik kemudian ukur (La)
12. Lepaskan beban yang 500 g diamkan selama 30 detik kemudian ukur (Cc)

DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN
Berat benang = 2,666 g
Panjang benang = 120 yard = 109,73 m


Ca = 38,6 cm
Cb = 45,1 cm
La = 39,9 cm
Lb = 45,3 cm
Cc = 38 cm

DISKUSI
Prinsip  pengujian crimp pada  filament tekstur adalah mendeteksi adanya perubahan panjang benang ketika benang dalam keadaaan suhu tertentu dan diberikan beban tertentu yang dihubungkan dengan lamanya waktu benang untuk mengalami perubahan panjang. Sehingga sangat diperlukan ketelitian dalam pengawasan waktu, agar panjang benang yang didapat sesuai dengan standar praktikum.
Kesalahan pada praktikum yaitu saat benang dimasukan ke dalam oven dan sudah menghitung waktu, praktikan yang lain memasukan benang sehingga suhu kembali tidak stabil dan harus mengulangi waktu yang telah dihitung.

KESIMPULAN
Setelah melakukan praktikum pengujian crimp pada benang filamen tekstur, dapat disimpulkan:
No benang  = 218,66 Td
Jumlah gulungan = 11 m
CCBD = 0,44%
CCAD = 3,25%
SS = 11,92%
CR = 146,15%
BS = 14,41%

DAFTAR PUSTAKA
Moerdoko Wibowo, S. Teks, Dkk, Evaluasi Tekstil bagian fisika, Institut Teklnologi Tekstil, Bandung, 1973.
ITT, Standar Cara Pengujian dan Toleransi Benang Kapas, Bandung, 1968.
Bahan Ajar Praktek Evaluasi Tekstil II ( Evaluasi Benang ). Sekolah Tinggi Teknologi  Tekstil, Bandung; 2006.

Wednesday, August 7, 2019

MATERI SERAT TEKSTIL I

Serat Tekstil I

Serat:
- Suatu benda yang halus yang memiliki diameter yang jauh lebih kecil dari panjangnya
- Bahan baku yang mempengaruhi hasil lanjut/hasil akhir

Klasifikasi serat berdasarkan ketersediaan dialam
¹ Serat alam (natural fibers)
• Selulosa/tumbuhan
- batang: flax (linen), henep, jute, kenaf,  rami
- daun: abaca (mirip pisang), sisal, henequen
- biji: kapas, kapuk
- buah: serabut kelapa

• Mineral
- asbes: chrysotile, crocidotile

• Protein
- kepompong: sutera
- biri: wol
- rambut: alpaka, unta, kashmir, mohair, kelinci, vicuna

Klasifikasi serat berdasarkan panjang
¹ Stapel (staple)
- relatif pendek
- serat alam (umumnya dari alam)
- staple yarn (benang stapel) dalam pemintalan dikenal dengan nama spun yarn

² Filamen
- kontinyu (panjang serat) = panjang benang
Dalam satu benang tidak terputus
- serat buatan dan sutera
- benang filamen
Monofilamen: benang satu
Multifilamen: gabungan monofilamen
Tow: gabungan ribuan filamen

Benang filamen bisa dipotong melalui proses pemotongan menjadi stapel yang dicampur serat alam

# Puntiran (twist) ➡ friksi ➡ kuat
- untuk membuat serat stapel menjadi benang
- stapel bisa diubah menjadi panjang dengan cara diluruskan kemudian diberi puntiran
- puntiran berpengaruh pada benang kaku dan lemas,  juga produksi
Jika puntiran banyak benang menjadi kaku, produksinya <
Jika puntiran sedikit benang menjadi lemas, produksinya >

# Panjang serat stapel
¹ Pendek, diameter sama
Yang terjadi:
- luas permukaan <
- gaya gesek <
- kekuatan benang <

² Panjang, diameter sama
Yang terjadi:
- luas permukaan >
- gaya gesek >
- kekuatan benang >
- bulu <
- mengkilat

# Diameter serat
¹ Kecil/halus, panjang sama
Yang terjadi:
- jumlah serat/diameter benang >
- luas permukaan >
- gaya gesek >
- kekuatan serat & kekuatan benang >
- kemungkinan terjadi pilling >
- bulu benang hairines ➡ gesekan ➡ kekuatan > (tidak mudah putus)

# pilling: ujung serat yang keluar dari benang berbentuk bulat (bergulung)
# hairiness: ujung serat yang keluar dari benang yang tidak terpilin

# Morfologi Serat
- Penampang melintang (cross section)
Jika dibuat kain akan mempengaruhi kilau dan pegangan

• kehalusan serat fineness
- besar/kecil serat
- nomor linear density
- dinyatakan dalam angka
- hubungan antara panjang dan berat
- tidak menggunakan diameter
- penampang tidak selalu bulat
- cara pengukuran sulit

• nomor linear density
Merupakan sistem penomoran langsung (direct system)
Nomor kecil ➡ halus
Nomor besar ➡ kasar
¹ Lama
(Perancis) Denier ➡ berat dalam gram setiap 9000 meter
² Baru
Tex (sistem internasional) ➡ berat dalam gram setiap 1000 meter

• Berat jenis
¹ Serat BJ rendah
- ringan
- daya tutup > (luas permukaan yang bisa ditutupi)
- drape jelek
- kain melambai

² Serat BJ tinggi
- berat
- daya tutup <
- drape jelek
- kain kaku

• Keriting (Crimp)
¹ Wol
- spiral
- rua/bulky
- benang terlihat >
- kain terlihat tebal tapi ringan
- lebih empuk

² kapas
- pita terpuntir
- permukaan tidak rata

Tuesday, August 6, 2019

Materi Teknologi Persiapan Pertenunan

TEKNOLOGI PERSIAPAN PERTENUNAN

Tujuan Persiapan Pertenunan :
- Untuk mempersiapkan gulungan benang lusi dan benang pakan supaya sesuai dengan proses berikutnya
- Meningkatkan mutu benang, agar pada proses pertenunan tidak mengalami kesulitan
- Meningkatkan daya tenun

Hasil akhir :
1. Benang lusi dalam bentuk beam
2. Benang pakan dalam bentuk cone/cheese/palet

Penyebab Alur Proses Pertenunan Berbeda-beda :
• Tergantung jenis mesin yang digunakan
• Tergantung jenis benang yang di proses
• kontruksi kain tenun
• Tergantung skala industri

Proses Persiapan Pertenunan :
1. Winding (Pengelosan)
Tujuan:
- Mengubah bentuk volume gulungan yang disesuaikan dengan kebutuhan selanjutnya
- Meningkatkan mutu benang
Parameter winding:
- Tegangan
- Yarn speed

2. Twisting (Penggintiran)
Twisting/Penggintiran merupakan proses menggabungkan 2 helai benang atau lebih,  kemudian diberi antihan/puntiran (twist) dalam jumlah tertentu dan panjang tertentu

Tujuan:
• Meningkatkan kekuatan benang
• Memperbesar diameter benang
• Memperoleh efek tertentu
• Memperoleh benang hias (fancy yarn)

Variabel:
- RPM spindle
- Kecepatan permukaan delivery roll

Arah twist : arah yang menunjukkan garis-garis diagonal pada benang setelah benang mengalami puntiran

Metode penggintiran:
¹ Secara langsung (Direct twisting)
Proses pemberian antihan pada 2 atau 3 helai benang-benang tunggal yang langsung dilakukan pada mesin twisting itu sendiri
² Secara tidak langsung (Indirect twisting)
Suatu proses pemberian antihan dimana benang yang dipasang pada mesin twisting telah mengalami proses perangkapan terlebih dahulu pada mesin doubling.
Bahan baku: benang rangkap 2 atau lebih

Macam-macam penggintiran:
Berdasarkan posisi penempatan bahan baku dan penempatan benang hasil penggintiran
¹ Penggintiran turun (Down twister)
Pemberian antihan pada benang dapat dilakukan dengan menempatkan bahan baku yang akan digintir pada bagian atas mesin dan benang hasil penggintiran dibawah
² Penggintiran naik (Up twister)
Menempatkan bahan baku yang akan digintir pada bagian bawah mesin dan hasil penggintiran diatas
Parameter twisting:
- Arah twis
- Yarn speed

3. Warping (Penghanian)
Tujuan: untuk menggulung benang lusi dengan gulungan sejajar pada beam lusi

Terdapat 3 jenis mesin hani:
√ Sectional Warping
- Menggulung benang lusi dengan arah gulungan sejajar pada beam lusi
- Untuk kain warna-warni
# sisir hani : untuk mengatur tetal lusi, lebar band, cucukan berkelompok
# sisir silam : untuk memisahkan benang ganjil dan benang genap
√Direct Warping
- Menghani dengan tetal yang sebenarnya tetapi tidak lebar yang sebenarnya
- Untuk kain grey, polos,  dll
# sisir ekspansi : untuk mengatur lebar penghanian (zig-zag)
√ Bal Warping

4. Sizing (Penganjian)
Tujuan : Untuk meningkatkan daya tenun (weave ability) pada proses pertenunan

#Apakah benang lusi harus dikanji?
Tidak, jika benang sudah kuat / telah melewati proses twisting tidak usah dikanji,  jika benang halus maka perlu dilakukan penganjian

# Daya tenun meningkat karena:
- Bulu-bulu benang menjadi tidur (Spun yarn)
- Sifat licin benang bertambah
- Friksi antar serat bertambah
- Daya tahan gosok benang bertambah
- Kekuatan tarik benang bertambah
- Benang menjadi lebih kompak (Filamen)

# Macam-macam obat kanji:
• kanji alam
Contoh: tapioka, tepung, jagung, terigu, kentang
Sifat: daya penetrasi kurang sehingga menempel dipermukaan, lebih murah
• kanji buatan/sintetis
Contoh: PVA, PVC, CMC
Sifat: Penetrasi Bagus
Sehingga kanji alam digabung dengan kanji buatan

# Syarat obat kanji:
- Dapat menaikan kekuatan
- Memiliki kestabilan viskositas
- Dapat membentuk lapisan film yang rata
- Daya penetrasi
- Daya rekat
- Tahan jamur dan bakteri
- Zat pelemas,  agar film flexible
- Mengandung zat anti statis (benang sintetik)
- Daya absorpsi air
- Mudah dihilangkan
- Memiliki harga yang wajar

# Cara penganjian
• Dengan tangan : kanji mentah,  kanji masak
• Dengan mesin : kanji per helai, kanji per beam/boom

# 4 bagian pada proses sizing:
¹ Proses penguluran
- Semua boom/beam berputar searah
(putus benang mudah dicari, tegangan tidak rata)
- Boom/beam yang bernomor ganjil berlawanan arah dengan beam genap
(tegangan sama, susah mencari benang putus)
- Beam yang ganjil terletak diatas beam genap
(tegangan relatif sama, putus benang sulit dicari, butuh tenaga tambahan untuk menyimpan beam atas)

² Proses penganjian ( pada size box)
Menggunakan 1 atau 2 size box. Perlu diingat jika menggunakan 2 SIZE BOX UNTUK TETAL LUSI YANG TINGGI

³ Proses Pengeringan
Terdapat 2 jenis pengeringan
- Kamar pengering (Chamber Dryer)
Setelah benang di kanji, masuk ke proses pengeringan dengan kamar pengering
(Waktu lama,  benang aman)
- Silinder pengering (Cylinder Dryer)
Setelah benang di kanji, masuk ke proses pengeringan dengan silinder pengering
(Waktu cepat,  benang kurang aman)

4. Pemisahan benang kering dan penggulungan pada beam

# Size Pick Up (SPU-%) / Size Add-On
- Menunjukkan banyaknya kandungan kanji pada benang
- Akan menentukan bagus atau tidaknya kanji serta ongkos

# Size Content (SC-%)
- Menunjukkan perbandingan resep kanji terhadap banyaknya air
- Umumnya SPU < SC

# Bagus tidaknya kanji ditentukan oleh :
¹ Ditentukan oleh terjadinya peningkatan kekuatan benang
² Ditentukan oleh terjadinya peningkatan tahan gosok benang
³ Menurunnya jumlah putus lusi pada pertenunan

# Refractometer : alat untuk mengukur kekuatan kanji

# Visco-Cup : alat untuk mengecek kekentalan kanji

# Faktor penyusunan resep kanji
¹ Fabric impact:
- Bahan benang lusi / jenis serat(woll, cotton)
- Jenis benang (Open End, ring spinning, hairyness, tensile strength)
- Kontruksi kain (anyaman)
- Tetal lusi dan tetal pakan ("/cm)
- Tergantung No benang

² Mekanikal impact:
- Gesekan serat pada bahan logam
- Gesekan serat dengan serat (antara lusi dan pakan yang bergerak)
- Proses peregangan selama proses pertenunan

³ Mechinery impact:
- Jenis mesin tenun (shuttle/shuttleless/media peluncuran benang pakan, kecepatan mesin tenun)
- Kondisi ruangan pertenunan
- Jenis mesin kanji ( 1 atau 2 size box)
- Kapasitas beam ( diameter beam tidak boleh < 40% dan >80%)
- Wet size pick-up (Proses pembasahan)
- Kecepatan mesin sizing

# Parameter Sizing:
- Peningkatan daya tenun
- Viskositas
- Size pick-up
- Tegangan
- Kecepatan / Yarn speed
- Suhu

5. Beaming (Penggabungan beam)

6. Drawing-in (Pencucukan)
Tujuan:
- Memasukan benang lusi ke dalam droper, mata gun dan sisir tenun sesuai rencana tenun
- Mempersiapkan pemasangan

#droper : sensor lusi jika putus atau penjaga lusi putus. Menjaga kualitas kain dari putus lusi
#mata gun: untuk menaikan dan menurunkan benang lusi
Jumlah gun berbeda-beda tergantung dari anyaman
Jumlah minimum gun = 2 gun
- pakan bertambah = panjang kain bertambah
- lusi bertambah = lebar kain bertambah

Proses pencucukan tergantung pada jenis mesin yang digunakan
Efek lusi yang berbeda dicucuk pada kamran yang lain
Efek lusi yang sama dicucuk pada kamran yang sama

7. Pirn Winding (Pemaletan)
- Untuk membuat gulungan benang pakan (gulungan palet) yang dipasang pada ATM teropong (shuttle)
- Merubah bentuk gulungan cone menjadi palet

Traverse : menggerakan benang agar gulungan rata
Yarn guide : sensor benang putus
Tension: agar benang / gulungan tidak gembos
Tying : alat untuk menyambung lusi
JIKA MESIN TENUN SHUTTLELESS TIDAK ADA PRIN WINDING

8. Vacum Heat Set
Untuk menghilangkan crinkle

9. Leasing (Pemisahan benang lusi)
Pemisahan antara benang lusi ganjil dan benang lusi genap

Friday, August 2, 2019

LAPORAN UJI PEMBAKARAN DAN UJI BERAT JENIS


UJI PEMBAKARAN DAN UJI BERAT JENIS
I.       Maksud dan Tujuan
1.1  Uji Pembakaran
Agar praktikan dapat mengetahui dan menentukan jenis serat tunggal yang dapat diidentifikasi dengan cara melihat asap yang terjadi, proses pembakaran, sisa pembakaran, dan bau dari asap yang ditimbulkan serat.
1.2  Uji Berat Jenis
Agar praktikan dapat mengetahui berat jenis dari bermacam-macam serat dengan bantuan suatu zat cair yang diketahui berat jenisnya.

II.    Teori Dasar
2.1  Uji Pembakaran
Uji pembakaran ini adalah cara yang paling mudah untuk mengidentifikasi serat. Cara ini hanya dapat digunakaan untuk memperkirakan golongan serat secara umum dan tidak dapat dipertnggungjawabkan untuk campuran serat. Alat yang digunakan untuk percobaan ini hanyalah sumber nyala api. Korek api merupakan sumber yang tidak baik, sebab korek api sendiri saat terbakar mengeluarkan bau yang keras, yang akan mengganggu bahan yang diperiksa. Nyala api yang paling baik adalah nyala api dari pembakar bunsen yang mempergunakan bahan bakar gas. Atau dapat pula nyala api dengan bahan bakar alkohol.
Serat yang akan diperiksa dibuat kira-kira sebesar benang Ne1 10 dengan panjang 4-5 cm dan diberi puntiran. Puntiran diberikan agak kuat, supaya terbakarnya agak lambat,sehingga untuk bermacam-macam serat memerlukan waktu yang hampir sama. Contoh serat didekatkan pada api dari samping dengan perlahan-lahan. Waktu serat dekat nyala api dimatikan. Apakah bahan meleleh, menggulung atau terbakar mendadak.
Pada saat menyala, supaya diperhatikan dimana terjadinya nyala api, dan pada saat serat terbakar oleh nyala segera dipindahkan dri nyala api. Bila nyala api dari serat segera padam (setelah lepas dari nyala api) maka segera dicatat bau dari gas yang dikelurkan oleh serat yang terbakar itu. Tetapi kalau serat tetap menyala, maka nyala dimatikan dengn jalan meniup dan dicatat bau yng dikeluarkan oleh serat yang terbakar itu setelah nyala api padam perlu dicatat apakah serat mengelurkan asap atau tidak. Akhirnya perlu dicatat pula bentuk, warna, dan kekerasan dari abu sisa pembakaran.
Apabila serat terbakar cepat, meninggalkan abu terbentuk serat dan berbau seperti kertas terbkar, maka keadaan ini menunjukkn serat selulosa. Apabila serat tidak terbakar sama sekali, maka keadaan ini menunjukkan serat gelas atau asbes. Serat gelas dapat dilihat dari lelehan filamennya yang berbentuk zat padat kasar, dan filamennya sendiri sangat getas. Adanya zat penyempurnaan pada serat gelas ditunjukkan oleh bau cat terbakar dan asap sedikit. Apabil serat terbakar tanpa ada abu, berbau rambut terbakar, meninggalkan bulatan kecil hitam diujungnya, maka keadaan ini menunjukkan serat protein. Apabila bau yang ditimbulkan sama seperti diatas tetapi tidak meninggalkan abu, maka hal ini menunjukkan serat sutera yang diberati.
Apabila serat meleleh dan membentuk bulatan kecil ujungnya, tanpa berbau rmbut terbakar, maka keadaan ini menunjukkan serat Asetat Rayon, Nylon, Dynel, Orlon, atau Dacron. Sedangkan adanya bulatan kecil yang keras menunjukkan nylon. Bau seperti amida dan adanya bulatan kecil yang keras menunjukkan nylon. Bau segak dengan bulatan kecil tak teratur menunjukkan Orlon, dynel atau vinyon. Bau yang keras dan adanya bulatan kecil tak teratur menunjukkan dacron atau saran.

2.2  Uji Berat Jenis
Berat jenis adalah salah satu sifat fisika yang penting untuk identifikai serat. Berat jenis serat dapat ditentukan dengan bantuan suatu zat cair yang diketahui berat jenisnya, dimana serat dapat terapung, tenggelam, atau melayang. Untuk itu diperlukan dua zat cair yang tercampur sempurna didalam berbagai perbandingan dan menghasilkan larutan zat cair dengan berat jenis antara 1,0 sampai 1,6. Larutan yang dapat digunakan antara lain campuran karbontetraklorida dengan berat jenis 1,6 dan xilena dengan berat jenis 0,8.
Untuk membuat berbagai larutan dengan bj anatara 1,0 sampai 1,6 dibuat larutan dengan campuran tetraklorida dan xilena dengan perbandingan sebaagai berikut :
Tabel Berat Jenis
Campuran
CCl4
Xilena
Bj
1
10
0
1,600
2
9
1
1,527
3
8
2
1,454
4
7
3
1,381
5
6
4
1,308
6
5
5
1,235
7
4
6
1,162
8
3
7
1,089
9
2
8
1,016
10
1
9
0,943
11
0
10
0,870


III. Alat dan Bahan
3.1  Alat-Alat :
ü  Pembakaran
- Pembakar spirtus
- Pinset
- Selotip
- Gunting
ü  Berat Jenis
-  Tabung reaksi 5ml
-  Rak tabung reaksi
-  Pengait tembaga
-  Larutan pembanding yang diketahui berat jenisnya
-  Gunting



3.2  Bahan :
ü  Bermacam-macam Serat :
-          Kapas
-          Rayon Viskosa
-          Rami
-          Sutera
-          Wool
-          Poliester
-          Poliakrilat
-          Poliamida / Nylon
-          Poliester : Kapas
-          Poliester : Wool
-          Poliester : Rayon
IV. Cara Kerja
4.1  Uji Pembakaran :
1.      Puntir beberapa helai serat yang akan diperiksa, kira-kira sebesar batang korek api dengan panjang 4-5 cm.
2.      Dekatkan contoh serat pada nyala api dari samping dengan perlahan-lahan. Saat serat dekat dengan nyala api, amati apakah bahan meleleh, menggulung, atau terbakar mendadak.
3.      Perhatikan di mana terjadinya nyala api pada saat serat terbakar. Bila api segera padam begitu dijauhkan dari api, maka segera diamati bau dari asap serat yang terbakar tersebut.
4.      Matikan api jika api terus menyala, dengan cara ditiup, kemudian amati bau yang dikeluarkan serat tersebut.
5.      Setelah api padam, perhatikan apakah serat mengeluarkan asap atau tidak. Kemudian lihat sisa pembakaran yang ditinggalkan serat tersebut.
-          Evaluasi

4.2  Uji Berat Jenis :
1.      Tabung reaksi dibersihkan menggunaka tissue.
2.      Isi masing-masing tabung reaksi dengan larutan campuran xylol dan CCl4 yang telah diketahui berat jenisnya.
3.      Ambil serat yang akan diuji berat jenisnya, 2-3 helai, kemudian bentuk bulatan kecil.
4.      Masukkan bulatan serat satu persatu ke dalam tabung reaksi yang berisi larutan yang telah diketahui berat jenisnya, berurutan dari berat jenis terbesar ke larutan dengan berat jenis yang terkecil.
5.      Amati apakah serat mengapung, melayang, atau tenggelam.
6.      Serat yang mempunyai berat jenis lebih kecil dari larutan, akan mengapung.
7.      Serat yang mempunyi berat jenis lebih besar dari larutan, akan tenggelam.
8.      Serat yang mempunyai berat jenis sama dengan berat jenis larutan, akan melayang di tengah-tengah.
9.      Berat jenis serat ditentukan dengan cara mengamati pada larutan dengan posisi serat melayang, hal ini menunjukkan berat jenis serat tersebut.

V.    Data Percobaan
5.1  Uji Pembakaran
Terlampir sebanyak dua lembar di belakang laporan ini.

5.2  Uji Berat Jenis
Terlampir sebanyak dua lembar di belakang laporan ini.

VI. Diskusi
Dalam kedua percobaan di atas, sangat diperlukan penciuman yang tajam saat mencium sisa pembakaran dari macam-macam serat. Selain itu penglihatan dan perabaan yang tepat pun sangat mempengaruhi percobaan ini. Terutama dalam uji pembakaran macam-macam serat.
Sedangkan dalam uji berat jenis, yang dibutuhkan adalah ketelitian dalam menyeimbangkan banyaknya larutan didalam tabung reaksi. Serat yang akan diuji harus bersih dari kotoran dan ukuran serat jangan terlalu besar (secukupnya). Lalu kesabaran juga dibutuhakan saat kita harus mengambil serat dari dalam tabung reaksi lalu menggantinya dengan serat lainnya. Lalu kita harus melihat jatuhnya serat dalam larutan tersebut apakah tenggelam, terapung atau melayang. Terkadang ada serat yang melayang tapi lama kelamaan turun dan jadi tenggelam, itu berarti ketelitian dan kesabaran kita sangat menentukan hasil percobaan ini.

VII. Kesimpulan
Dari data hasil percobaan yang telah dilakukan, maka didapat hasil sebagai berikut:
7.1 Uji Pembakaran
ü  Yang termasuk pada serat selulosa adalah:
-          Serat kapas
-          Serat rayon viskosa
-          Serat rami
-          Serat polyester-kapas
-          Serat polyester-rayon
ü  Yang termasuk pada serat rambut atau protein adalah:
-          Serat sutera
-          Serat wool
-          Serat polyester-wool
ü  Yang termasuk serat polimer non selulosa:
-          Serat polyester
-          Serat nylon
-          Serat poliakrilat
7.2 Uji Berat Jenis
ü  Berat Jenis yang dihasilkan:
-          Serat kapas = 1,5635
-          Serat rayon rayon viskosa = 1,4905
-          Serat rami = 1,5635
-          Serat sutera = 1,3445
-          Serat wool = 1,308
-          Serat poliester = 1,5635
-          Serat poliester: kapas = 1,985
-          Serat poliester: rayon = 1,162
-          Serat poliester: wool = 1,5635
-          Serat poliakrilat = 1,4175
-          Serat poliamida/nylon = 1,12715

VIII. Daftar Pustaka
Pedoman Praktikum Identifikasi Serat Tekstil. Politeknik STTT Bandung.

LAPORAN PENGUJIAN GRADE BENANG KAPAS